Slider

Blog Archive

Powered by Blogger.
Latest Post

Syaitan Membantu Pemuda...

Written By @Adimin on Monday, July 30, 2012 | 2:25 AM



Syaitan Membantu Pemuda ke Masjid

Seorang pemuda bangun awl pagi untuk solat subuh di Masjid. Dia berpakaian, berwudhu dan berjalan menuju masjid. Di tengah jalan menuju masjid, pemuda tersebut jatuh dan pakaiannya kotor. Dia bangkit, membersihkan bajunya, dan pulang kembali ke rumah. Di rumah, dia berganti baju, berwudhu, dan, LAGI, berjalan menuju masjid .

Dalam perjalanan kembali ke masjid, dia jatuh lagi di tempat yg sama! Dia, sekali lagi, bangkit, membersihkan dirinya dan kembali ke rumah. Di rumah, dia, sekali lagi, berganti baju, berwudhu dan berjalan menuju masjid . Di tengah jalan menuju masjid , dia bertemu seorang lelaki yang memegang lampu. Dia menanyakan identiti lelaki tersebut, dan menjawab “Saya melihat anda jatuh 2 kali di perjalanan menuju masjid, jadi saya bawakan lampu untuk menerangi jalan anda..’ Pemuda tersebut mengucapkan terima kasih dan mereka berdua berjalan ke masjid .
Saat sampai di masjid , pemuda pertama bertanya kepada lelaki yang membawa lampu untuk masuk dan solat subuh bersamanya, lelaki itu menolak, pemuda itu mengajak lagi hingga berkali kali dan, lagi, jawapannya sama. Pemuda bertanya, kenapa menolak untuk masuk dan solat.
lelaki itu menjawab

“Aku adalah IBLIS”
Pemuda itu terkejut dengan jawapan lelaki itu. Syaitan kemudian menjelaskan, ‘Saya melihat kamu berjalan ke masjid , dan sayalah yang membuat kamu terjatuh. Ketika kamu pulang ke rumah, membersihkan badan dan kembali ke masjid, Allah memaafkan semua dosa dosamu. Saya membuatmu jatuh kali kedua, dan bahkan itupun tidak membuatmu berubah fikiran untuk tinggal di rumah, kamu tetap memutuskan kembali masjid .

Kerana hal itu, Allah memaafkan dosa dosa seluruh anggota keluargamu. Saya KHUATIR jika saya membuat kamu jatuh untuk kali ketiga, jangan jangan Allah akan memaafkan dosa dosa seluruh penduduk desamu, jadi saya harus memastikan bahawa anda sampai di masjid dengan selamat….’

Moral:
Jangan biarkan Syaitan mendapatkan keuntungan dari setiap aksinya. Jangan melepaskan sebuah niat baik yang hendak kamu lakukan kerana kamu tidak pernah tahu ganjaran yang akan kamu dapat dari segala kesulitan yang kamu temui dalam usahamu untuk melaksanakan niat baik tersebut .

posted by Adimin

Jumpa DR Adnan dari Palestina . . .




 Temu Kader Dengan DR Adnan Hasan dari Palestina

 
Pada hari Sabtu 28 Juli 2012, KNRP Sumbar mengadakan temu kader dengan syaikh DR Adnan Hasan yang di adakan di gedung BK3S jl Khatib Sulaioman Padang, dalam paparannya beliau didampingi oleh Ust Abu Bakar selaku penterjemah yang dalam hal ini sering terjadi kejadian2 lucu yang menambah segarnya suasana di gedung BK3S tersebut. DR Adnan  menjabarkan keadaan Palestina yang senantiasa berada dalam ancaman zioni istrael dan sekaligus beliau mengingatkan umat Islam untuk selalu mengingat pentingnya menjaga eksistensi Masjid Al Aqsa sebagai salahsatu symbol symbol utama umat Islam. Umat Islam yang hadir berkisar 500an orang yang dengan antusias mendengarkan penjelasan dari DR Adnan. Pada kesempatan kali ini DR Adnan menyerahkan selendang bendera Palestina kepada Ust Muhidi selaku Ketua DPD PKS Kota Padang sebagai tanda persaudaraan yang erat antara rakyat Palestina dan umat Islam di Padang pada umumnya dan khusunya kader PKS Kota Padang.

Beliau menyatakan umat Islam tidak perlu mengirimkan mujahidin ke palestina, karena mujahidin palestina lebih dari cukup untuk menghadapi Israel, tetapi yang diperlukan umat Islam palestina adalah bantuan financial dan doa dari kaum muslimin dunia pada umumnya dan khususnya umat Islam di Indonesia. Beliau mengingatkan umat Islam perlunya berjihad. Karena hanya dengan jihadlah maka kaum muslimin akan mendapatkan kembali kejayaannya. Khususnya momentum ramadhan inilah beliau mengajak kaum muslimin di Padang untuk kembali mengingatkan umat Islam akan pentingnya menjaga ukhuwah islamiyah dan mengobarkankan kembali semangat berjihad. Apalagi mengingat kondisi umat Islam palestina yang sampai saat ini sangat memerlukan support dan bantuan dari umat Islam dunia dan khususnya umat Islam Indonesia yang merupakan Negara Islam terbesar di dunia. 


Dengan darah dan jiwa, umat Islam berusaha untuk mempertahanlan eksistensi bangsa palestina yang merupakan  negerinya para nabi dan juga masjid al aqsa sebagai salahsatu masjid umat Islam yang terbesar setelan masjidil haram dan masjid nabawi. Acara di akhiri dengan pengumpulan dana untuk Palestina yang di pelopori oleh Ust Muhidi selaku Ketua DPD PKS Kota Padang.  



posted by Adimin

Jati Diri

Written By @Adimin on Saturday, July 21, 2012 | 7:51 PM


  Seekor kura-kura  tampak tenang ketika merayap diantara kerumunan penghuni hutan lain, pelan tapi pasti ia menggerakkan keempat kakinya yang melangkah sangat lamban...  plak... plak…!. Tingkah kura kura itupun mengundang reaksi hewan lain, ada yang mencibir, tertawa, dan ada yang mengejek. “Hei  kura-kura, kamu jalan apa tidur” ucap kelinci yang terlebih dahulu berkomentar miring, spontan yang lain pun tertawa riuh.

“Hei kura-kura-kura” suara tupai ikut berkomentar, “kalau jalan jangan bawa-bawa rumah, berat tahu”! sontak hampir tak satupun hewan yang tak terbahak. Ha.. ha.. ha.. dasar kura-kura lamban! Komentar hewan-hewan lain marak. Namun yang diejek tetap saja tenang, kaki kakinya terus melangkah mantap, sesekali kura-kura menoleh ke kiri & ke kanan menyambangi wajah teman temannya  sesama penghuni hutan. Ia pun tersenyum, “apa kabar rekan-rekan ?” ucap kura-kura ramah. “Teman tidakkah sebaik- nya kau simpan rumahmu selagi kamu berjalan, kamu jadi begitu lamban”, ucap kancil lebih sopan. Ucapan kancil itulah yang akhirnya menghentikan langkah kura-kura ia seperti ingin mengucapkan sesuatu. “tak mungkin aku melepas rumahku” suara kura-kura begitu tenang, inilah jatidiriku. Melepas rumahku berarti melepas jatidiriku. Inilah aku, aku akan tetap bangga sebagai kura-kura dimanapun & kapanpun, jelas si kura-kura begitu percaya diri.

Menangkap makna hidup sebagai sebuah medan pertarungan, memberikan sebuah kesimpulan bahwa merasa tanpa musuh pun kita sebenarnya sedang bertarung. Karena musuh dalam hidup ini bisa berbentuk apapun seperti godaan, bisikan setan, & berbagai stigma negatif lainnya.

Wahai pemuda....dan bagi mereka yang belum atau sudah menemukan jati diri.....
Inilah pertarungan jatidiri. Pertarungan yang bisa merongrong keaslian jatidiri sebagai muslim, sebagai orang indonesia, sebagai aktivis, sebagai da’i.  Satu contoh, betapa banyaknya saudara saudara kita yang lambat laun melepaskan jati dirinya (sebagai manusia Indonesia) hanya karena silau dengan gaya hidup bangsa lain (baca barat) yang hedonis dan permisif. Mulai dari gaya hidup (valentine, idol, fasion, dll) ), gaya berpakaian, gaya pendidikan dan sebagainya. Kita jadi teringat dengan PM Malaysa Mahathir Muhammad yang  jika menghadiri pertemuan resmi, selalu bangga dengan menggunakan pakaian melayunya, atau para pemimpin arab yang selalu menggunakan pakaian khas arab dengan kafiyehnya. Mereka-mereka inilah manusia yang masih mempunyai jatidiri. Sebagai sebuah bangsa, sebagai negarawan dan tentunya sebagai seorang muslim. Tidak  seperti mereka yang kemana-mana menggunakan jas, padahal jas adalah pakaian khas bangsa eropa yang mempunyai nilai geografis dan historis dimana pakaian tersebut cocok dengan kawasan eropa yang bermusim dingin/salju. Mungkin kita tidak sadar atau terlena dengan sihir gaya hidup barat, sebab kita tidak atau belum bisa membedakan modernisasi dengan westernisasi. Modernisasi sesuai dengan nilai-nilai kemajuan yang universal, sedangkan westernisasi adalah produk budaya yang terkait dengan falsafah materialisme, pola hidup hedonis, pola hidup serba boleh yang banyak melanggar moral dan agama secara umum. Satu contoh kerancuan berpikir, saudara-saudara kita yang masih bertahan dengan budaya berpakaian ala kadarnya misalnya suku-suku terdalam seperti suku-suku di Afrika atau suku asmat di papua dengan kotekanya yang hanya menutupi bagian vitalnya saja dianggap Primitif, tetapi mereka yang menggunakan pakaian you can see atau pakaian minim (bikini) dan ada juga yang ( maaf)telanjang, malah dianggap modern (seharusnya sama sama primitif). Ini adalah satu hal yang rancu dan sangat naif, karena nilai kebenaran bukan dilihat dari sisi obyektifitasnya tapi dilihat dari sisi yang subyektif (siapa yang dinilai).

Sebagai seorang pemuda muslim kita dituntut untuk benar-benar bisa mem- pertahankan atau bahkan menularkan jati diri kita. Karena nilai-nilai Islam justru sangat sesuai dengan nilai-nilai kebaikan universal dan modern. Apalagi diakhir zaman ini, opini-opini dan stigma-stigma negatif yang terus menerus dilancarkan oleh musuh musuh Islam. Mulai dari fitnah terorisme yang selalu diarahkan ke Islam dan umatnya, ataupun cap fundamentalis, radikal, sektarian, tidak toleran dan sebagainya. Meskipun fakta dan kenyataan berbicara lain, sejarah telah membuktikan bahwa selama umat Islam mayoritas maka umat non muslim akan aman, dan ini tidak berlaku sebaliknya.

Mereka yang tidak memiliki atau kehilangan jati diri, hakekatnya mengalami pende- ritaan tersendiri dalam hidupnya, karena bukan dia yang menentukan keadaan, tetapi dia yang ditentukan oleh keadaan. dirinya terwarnai oleh lingkungan bukan dia yang mewarnai lingkungannya. Sehingga hidupnya terombang ambing tanpa arah yang jelas, sehingga menjadi manusia bunglon yang tidak mempunyai arti apa apa.  Pertaru- ngan tanpa kekerasan ini bisa berakibat fatal dibanding terbunuh sekalipun. Karena orang-orang yang kalah dalam pertarungan jatidiri, bisa lebih dahulu mati sebelum benar-benar mati, ia menjadi mayat-mayat yang berjalan, jalan hidupnya tidak lagi memiliki prinsip, sekalipun punya dia tidak akan berdiri kokoh karena tidak ditopang oleh  kepribadian yang kuat. 

Bagian terhebat dari pertarungan jatidiri ini adalah orang tidak merasa kalah ketika sebenarnya ia sudah mati, mati keberanian, mati kepekaan, mati spiritual, mati kebijak- sanaan, & akhirnya mati identitas dan jati diri. Karena tidak heran jika kura-kura begitu gigih mempertahankan rumah yang membebaninya sepanjang hidup. Walaupun karena itu, ia tampak lamban. Walaupun ia diserang ejekan. Kura-kura punya satu prinsip yang terus ia perjuangkan inilah aku ..........

                                   
Saksikanlah bahwa saya seorang Muslim !!!        


posted by Adimin

Hanya Fraksi PKS yang . . . . .

Written By @Adimin on Wednesday, July 18, 2012 | 7:21 AM


Hanya Fraksi PKS yang 

Tidak Terlibat Korupsi Kasus Suap PON


IslamediaDalam salah satu pemberitaanya, sebuah media lokal Riauter kini.com menyebutkan bahwa KPK telah menetapkan seorang wakil ketua dan 9 anggota DPRD Riau tersangka suap PON. Mereka berasal dari lintas fraksi, kecuali Fraksi PKS.

Fraksi PKS menjadi satu-satunya fraksi di DPRD Riau yang anggotanya tidak dinyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat dalam kasus suap PON. Sementara fraksi lainnya ada yang terlibat, bahkan ada fraksi yang sampai tiga anggotanya dijadikan KPK tersangka.

Menanggapi fakta bersih tersebut, Ketua Fraksi PKS DPRD Riau Indra Isnaini menolak mengomentari. “Kalau itu saya tidak mau komentar, takut nanti tidak enak dengan kawan-kawan anggota Fraksi yang lain,” ujar politisi PKS yang sempat diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK tersebut kepada riauterkini di Ruang Rapat Paripurna DPRD Riau, Selasa (17/7/12).

Di tempat terpisah, salah seorang anggota Fraksi PKS Mansyur HS mengatakan, “Kita tidak mebanggakan itu. Kita berharap bukan hanya PKS saja seperti ini tapi seluruh anggota DPRD Riau yang lain juga tidak ada yang terlibat kasus hukum satu orang pun.”

Lanjut Mansyur, “Sepanjang kita bekerja, resiko itu pasti ada apalagi kita ini berkaitan dengan dunia politik,” terang anggota Komisi B DPRD Riau ini.

Ketika disinggung jika nantinya ada anggota Fraksi PKS yang terlibat dalam kasus revisi Perda No 6 tahun 2010. Lebih lanjut Mansyur mengatakan, “kita tidak mau berandai-andai, yang jelas kita bekerja sebaik mungkin dan kalau ada juga, mari kita serahkan kepada yang Maha Kuasa saja,” tutup Mansyur.

Saat ini Fraksi PKS DPRD Riau terdiri dari 5 orang yakni, Indra Isnaini, Syafruddin Sa'an, Mansyur, Mahdinur, Darisman Ahmad.

Sebagai data tambahan, 10 wakil rakyat yang berstatus tersangka adalah Wakil Ketua Taufan Andoso Yakin dan Adrian Ali (FPAN), Faizal Aswan, Abu Bakar Siddik dan Zulfan Heri (FPG), Syarif Hidayat dan Roem Zein (FPPP), Toerechan Asyari (FPDI-P), M Dunir (F Gabungan dari PKB) dan Tengku Muhazza (FPD). Dari keseluruhan, tiga yang sudah ditahan KPK, yakni Faizal Aswan, M Dunir dan Taufan Andoso Yakin.


Sumber

posted by Adimin

Imam Syafi'i


 
Tak Membiarkan Waktu Berlalu Tanpa Karya
(Imam Syafi'i) 

Subhanallah, menakjubkan! Anak kecil berusia 7 tahun itu sudah dapat menghafal al-Quran. Bukan hanya ibunya yang memang telaten mendidik dan mengajarkan al-Quran sejak bayi, demikian pula gurunya. Tak heran bila dalam bulan Ramadhan, anak lelaki itu mampu mengkhatam al-Quran berpuluh kali.

Begitu menginjak remaja, Muhammad bin Idris, anak laki-laki itu, kian bersemangat dalam mempelajari ilmu pengetahuan, terutama ilmu dien. Ia berpamitan pada orang tuanya guna mempelajari bahasa Arab di suatu dusun Bani Huzail yang dikenal terdapat banyak pengajar bahasa Arab jempolan.

Tak kurang dari 10 tahun ia habiskan untuk menimba ilmu tersebut. Selama masa itu pula mahir menguasai sastra Arab; mampu menghafal syair-syair berat karya Imru’u al-Qais, Zuhaer, dan Jarir. Berangkat dari penguasaan sastra ini, mendorong dirinya kian tertarik pada bahasa al-Quran.

Pada saat bersamaan, ia juga tertarik pada ilmu fiqh dan hadits. Maka, sambil menekuni sastra ia pun belajar hadits dari Sufyan bin ‘Uyainah di Mekkah, dilanjutkan pada Imam Malik di Madinah. Berkat kecerdasan otaknya, dalam usia 13 ia sudah hafal kitab gurunya “al-Muwatha”—hal yang jarang didapatkan pada anak sepantaran dia, termasuk orang dewasa sekalipun.

Ilmu fiqhnya, selain berguru langsung pada Imam Malik—hingga sang imam meninggal—ia menimba dari beberapa syaikh lain, termasuk dari Muslim bin Khalid, seorang mufti Mekkah.

Menginjak usia dewasa dan sepeninggal Imam Malik, Muhammad bin Idris yang kemudian lebih dikenal sebagai Imam Syafi’i, ini mengembara ke Yaman. Di wilayah ini ia mengamalkan ilmunya dan menyebarkannya pada orang lain.

Sampai pada suatu hari, saat usianya menginjak 34 tahun ia mendapat fitnah, yakni tuduhan bahwa dirinya telah membai’at ‘Alawy yang Syiah. Atas kebijakan khalifah Harun al-Rasyid-lah dirinya dapat bebas.

Di saat pusat ilmu fiqh berkembang di Baghdad di bawah ulama berpengaruh, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii pun merantau ke sana dan menetap beberapa tahun. Sehingga kekayaan ilmu fiqhnya benar-benar komplit. Ia memiliki pengetahuan mendalam di bidang lughah dan adab, serta di bidang fiqh yang meliputi fiqh ashabul ra’yi dan fiqh ashabul hadits.

Hidup Penuh Karya

Imam Syafi’i benar-benar telah memenej waktu hidupnya yang terbaik untuk diri, keluarga, dan umat. Semasa hidup ia menorehkan karya-karya monumental, baik dalam bentuk risalah maupun dalam bentuk kitab yang tak kurang dari 100 buah.

Kitab utamanya yang menjadi rujukan ilmu fiqh hingga masa kontemporer adalah al-Umm dan ar-Risalah. Ar-Risalah merupakan karya pertamanya yang ditulis saat ia belia. Kemudian dikem- bangkan pokok-pokok pikiran dalam kitab itu menjadi al-Umm.

Kitab Risalah ditulis atas permintaan Abdul Rahman bin Mahdy di Mekkah agar terdapat rujukan kitab yang mencakup ilmu tentang arti al-Quran, hal ihwal yang terkandung di dalamnya, nasih dan mansukh, serta hadits. Begitu rampung penyusunan kitab ini, oleh murid-muridnya dibawa ke Mekkah. Lantas di sana diperbanyak hingga membawa kemasyhuran nama Imam Syafii.

Imam Syafii dianggap sebagai pengulas ilmu ushul fiqh dan penggagas asas ilmu ushul fiqh serta yang mengadakan peraturan tertentu bagi ilmu fiqh dan dasar yang tetap dalam membicarakan secara kritis terhadap sunnah, karena di dalam kitab ar-Risalah itu diterangkan kedudukan hadits ahad, qiyas, istihsan, serta perselisihan ulama.

Mula-mula pemikiran Imam Syafii atau kemudian dikenal sebagai mazhab Syafii menyebar dari Irak ke Khurasan, Pakistan, Syam, Yaman, Persia, Hijaz, India, Afrika, serta Andalusia. Lnatas berkembang ke pelosok negara-negara berpenduduk muslim, baik di Timur maupun Barat.

Perkembangan mazhabnya yang cepat meluas itu tidak serta merta bebas masalah. Ada sekelompok umat yang—saking fanatiknya—secara perlahan mengkultuskan dirinya. Karena itulah, sejak jauh-jauh hari ia sudah mewanti-wanti pengikutnya agar senantiasa tetap berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah dan setiap tindakan (ibadah).

Keterangan tentang kewajiban berpengan pada Kitabullah itu tercantum dalam al-Umm: “Dasar utama dalam menetapkan hukum adalah al-Quran dan as-Sunnah. Jika tidak ada, maka dengan mengqiyaskan kepada al-Quran dan as-Sunnah. Apabila sanad hadits bersambung sampai kepada Rasulullah SAW dan shahih sanadnya, maka itulah yang dikehendaki. Ijma’ sebagai dalil adalah lebih kuat khabar ahad dan hadits menurut zhairnya. Apabila suatu hadits mengandung arti lebih dari satu pengertian, maka arti yang zhairlah yang utama…”


Imam Syafii telah mengabdikan hidupnya di jalan Allah. Ia tidak pernah menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang laghwi. Prioritas dan urutan segala urusan dimenej dengan sangat baik. Salah satunya, ia biasa membiasakan diri menuliskan rencana tindakan yang akan dilakukannya sesuai skala prioritas.


Sang imam menghadap Ilahi, tak lama setelah menetap di Mesir pada tahun 198 H. Jazadnya dikuburkan di suatu tempat di Qal’ah, yakni Mishrul Qadimah. Umat kehilangan tokoh yang cemerlang otaknya, kuat hafalannya, serta pandai mengatur waktu dalam hidupnya.
Misroji


posted by Adimin

MIUMI: Kebaikan dan . . . . . . .




 MIUMI : 
Kebaikan dan Kejahatan Itu Tidak Berjenis Kelamin

Hidayatullah.com--Tidak ada jaminan antara kuantitas perempuan menjabat anggota DPR ataupun jabatan publik lainnya dengan kemajuan suatu bangsa. Pernyataan ini disampaikan Henri Shalahuddin, Peneliti Bidang Gender dari Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

“Kebaikan dan kejahatan itu tidak berjenis kelamin,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Selasa malam, (17/07/2012).

Menurutnya, pandangan yang selalu mengatakan, kuantitas atau jumlah tertentu komposisi kaum perempuan di lembaga legislative mempengaruhi kemajuan sebuah bangsa, makin memperlihatkan kerancuan konsep gender yang bermula dari jenis kelamin biologis menuju jenis kelamin sosial.
Ketika pandangan ini dibenarkan, banyak perempuan yang akan meninggalkan tanggung jawabnya terhadap anak dan keluarga.
“Seringkali pengarusutamaan gender melupakan dan merusak institusi keluarga,” tambahnya.
Karenanya, Henri menghimbau ada baiknya jika Kementrian Pemberdayaan Perempuan membuat produk Undang-undang yang melindungi perempuan.
Sebagai contoh memberikan jam kerja fleksibel bagi ibu-ibu rumah tangga, melindungi keselamatan perempuan di ruang kerja, serta memberikan cuti hamil selama setahun bagi perempuan.
“Dengan ini baru bisa akan terjamin keseimbangan antara aktivitas di dalam maupun di luar rumah,” paparnya.
Sebelumnya, dalam acara Kongres Keluarga Indonesia, di Jakarta Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar  menyatakan, perbaikan kualitas keluarga perlu dilihat dari berbagai sisi. Salah satunya adalah meningkatkan akses perempuan dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dan publik. Ia menilai,  di ranah publik, akses perempuan dalam pengambilan keputusan (dalam konteks politik) masih belum memuaskan. Ia menyebut angka  18 persen.
Hanya saja menurut Henri, baik tidaknya suatu kebijakan publik tidak diukur dari jenis kelamin pembuat kebijakan tersebut.

“Koruptor dari laki-laki dan perempuan itu banyak. Margaret Thatcher (Mantam PM. Inggris) dijuluki Iron Lady yang di eranya memerangi Argentina,” tegasnya kepada hidayatullah.com.
Ia menilai gagasan pengarusutamaan gender adalah pemaksaan ideologi jenis kelamin sebagai asas tunggal pembangunan.

“Inilah jika kekuasaan mendahului keilmuan,” ujarnya


posted by Adimin

Rukyatul Hilal Versus Hisab...

Written By @Adimin on Monday, July 16, 2012 | 6:51 AM


Rukyatul Hilal Versus Hisab, Sebuah Solusi

Penetapan awal dan akhir Ramadan selalu akan beriringan, setidaknya di negara kita, dengan perdebatan soal standar yang digunakan untuk menetapkannya. Dalam hal ini ada dua pendekatan yang selalu ‘diadu’ kekuatannya, yaitu metode ‘rukyatul hilal (melihat hilal, bulan tsabit yang muncul pada awal bulan sebagai pertanda awal masuknya bulan hijriah) versus metode hisab (penetapan berdasarkan perhitungan ilmu astronomi). Hasilnya adalah ‘tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang’. Akibatnya, setiap tahun kita akan selalu melihat penetapan yang berbeda dan pada gilirannya, mau tidak mau, masyarakat dibuat bingung olehnya.

Tulisan ini tidak bermaksud mengurai satu persatu argumentasi dari kedua metode yang digunakan dan menguatkan salah satu di antara keduanya. Karena masing-masing memang memiliki landasan dan logika, bahkan pengikut dan pendukungnya tersendiri. Terlebih saya tidak memiliki kapasitas yang mumpuni, baik secara teoritis apalagi secara praktis, dalam kedua metode tersebut. Tapi, jika boleh saya simpulkan, ‘perdebatan sengit’ di antara kedua pendukung metode ini terletak pada hadaf (tujuan) dan wasa’il (sarana), antara tsawabit (perkara baku yang tidak berubah-ubah) dan mutaghayyiraat (perkara yang dapat berubah-ubah sesuai tuntutan zaman).

Pendukung rukyatul hilal, dengan sejumlah hadits yang ada menjadikan masalah rukyat (melihat) sebagai ketentuan baku. Boleh dibilang dia sebagai ‘ibadah’ yang tidak dapat dialihkan kepada pendekatan lainnya. Sebab dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa awal dan akhir Ramadan hendaknya ditetapkan berdasarkan ‘terlihatnya (rukyat) hilal’, bukan ‘adanya (wujud) hilal’. Misalnya dalam hadits yang terkenal, ‘Puasalah kalian apabila hilal terlihat”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mengatakan, “Puasalah kalian apabila hilal muncul atau ada.” Jadi, ‘melihat’ (rukyat) menjadi acuan baku, bukan salah satu sarana yang terkait dengan kondisi masyarakat ketika itu. Buktinya adalah, apabila terhalang dalam melihat hilal, apakah karena mendung atau lainnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengarahkan agar kita menyempurnakan bilangan Sya’ban menjadi 30 hari. Padahal bisa jadi, ketika itu hilal muncul, hanya saja dia tidak terlihat. Maka, karena tidak terlihat, apapun alasannya, awal Ramadan tidak dapat ditetapkan ketika itu. Argumen mereka diperkuat dengan kenyataan bahwa ilmu falak yang menjadi dasar penetapan awal Ramadan berdasarkan hisab sudah dikenal ketika syariat ini diturunkan. Namun tetap saja masalah hisab tidak dijadikan acuan dalam perkara ini.

Sementara pendukung hisab melihat permasalahannya secara substansial. Intinya adalah bagaimana kedatangan bulan Ramadan dapat diketahui, apakah dengan rukyatul hilal atau dengan hisab. Jika munculnya hilal dijadikan sebagai patokan dalam menentukan awal bulan hijriah, maka, menurut versi ini, yang paling penting adalah mengetahui ‘kemunculannya’. Apakah dengan melihat langsung atau melalui pendekatan ilmiah dengan rumus-rumus yang dikenal dalam ilmu astronomi. Bagi mereka, ini hanya masalah cara atau sarana saja untuk mengetahui kedatangan Ramadan. Yang mana yang paling mungkin dan lebih valid, sesuai dengan waktu dan kondisinya serta kemampuan masyarakat, maka hendaknya itu yang lebih utama digunakan. Untuk masa sekarang, berpatokan dengan standar hisab, tampak lebih mudah dan lebih valid dibanding rukyatul hilal. Apalagi perkembangan ilmu astronomi sudah maju sedemikian rupa, sehingga faktor kekeliruannya semakin dapat diminimalisir sekecil mungkin. Di samping, mereka juga melihat bahwa celah untuk menggunakan hisab dapat ditangkap dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat berbicara dalam masalah ini, yaitu bahwa (saat itu) kaumnya merupakan kaum ummy; Tidak dapat membaca dan menghitung (HR. Abu Daud, dll). Di samping, mereka juga berlandasan dengan salah satu riwayat yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa apabila hilal terhalang untuk dilihat maka beliau berkata, (
فاقدروا له) hal ini dipahami oleh mereka sebagai perintah untuk merujuk kepada ‘perhitungan perjalanan bulan’ alias hisab. Kesimpulannya, saat itu, rukyatul hilal adalah metode yang paling mudah dan memungkinkan tingkat kemajuan dan kemampuan masyarakat ketika itu. Adapun sekarang, maka hisablah yang seharusnya dijadikan acuan. Karena zaman sudah maju dan komunikasi sudah canggih.

Mekanisme yang Seharusnya
Tentu saja perdebatan dan alasan-alasan yang disampaikan lebih mendalam dan lebih beragam dibanding kesimpulan yang saya berikan di atas. Hanya saja, permasalahan ini bukan sekedar adu argumentasi untuk mempertahankan pendapat mana yang paling kuat.
Sedalam apapun kajian tentang hal ini, semestinya ada perkara lain yang tidak dapat kita abaikan, yaitu soal mekanisme dan interaksi dengan perbedaan pendapat, khususnya terkait dengan upaya menjaga keutuhan umat. Sebab, masalah seperti ini bukan masalah yang terkait dengan keyakinan pribadi dan berdampak pribadi semata, tapi masalah yang dampaknya mencakup ketenangan dan keutuhan masyarakat muslim. Kalau boleh saya pinjam istilah yang sempat populer, perkara ini memiliki ‘dampak sistemik’ di tengah masyarakat. Dia tidak seperti  perbedaan pendapat ‘apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu atau tidak’ atau ‘apakah menyentuh mushaf Al-Quran harus berwudhu atau tidak’, yang memiliki ‘tingkat radiasi’ terbatas.

Terkait dengan mekanisme penetapan awal dan akhir Ramadan, jika kita merujuk kepada beberapa riwayat yang ada, akan tampak bagaimana proses penetapan awal Ramadan itu ditentukan. Sebagaimana, di antaranya, disebutkan dalam hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan lainnya dengan sanad yang shahih, bahwa orang-orang berusaha melihat hilal, lalu Ibnu Umar memberitahu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa dia telah melihat hilal, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan agar kaum muslimin berpuasa. Kemudian dalam hadits Ibnu Abbas, juga diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menerima laporan seorang badui yang mengaku melihat hilal, setelah dipastikan keislamannya, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan Bilal untuk mengumumkan agar kaum muslimin mulai berpuasa esok.
Setidaknya, dari riwayat tersebut ada empat proses tahapan yang hendaknya dilalui untuk menetapkan awal dan akhir Ramadan. Pertama adalah partisipasi aktif berbagai elemen masyarakat untuk ikut berkontribusi dan memantau penetapan awal Ramadan. Kedua adalah melapor kepada penguasa atau pemerintah apabila sudah melihat hilal (atau telah memiliki kesimpulan tentang awal Ramadan). Ketiga pihak pemerintah melakukan proses pengecekan tentang kebenaran informasi yang sampai kepada mereka. Terakhir, keempat, pemerintah bertugas mengumumkan kepada masyarakat tentang awal Ramadan.
Jadi semestinya, meskipun masyarakat punya hak untuk memantau dan mengontrol proses penetapan awal Ramadan, bukan berarti mereka dapat semaunya mengumumkan hasil kesimpulan mereka sebelum ada ketetapan resmi pihak berwenang. Sebagaimana Ibnu Umar, setelah melihat hilal, dia tidak langsung mengumumkan kepada masyarakat, tetapi dia melapor dahulu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selaku pemimpin kala itu, kemudian beliau memerintahkan untuk mengumumkan awal Ramadan. Dengan begini, maka alur informasi akan jelas dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi di masyarakat serta menutup kemungkinan silang pendapat dan informasi yang berbeda-beda.
Masyarakat boleh saja memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang awal Ramadan, namun hak untuk menetapkan dan mengumumkan awal Ramadan berada di pihak yang berwenang dan berkuasa, apalagi jika pihak yang berwenang telah berupaya agar penetapan awal Ramadan memenuhi kaidah-kaidah syar’i. Jika ada pihak yang tetap meyakini kesimpulannya berbeda dengan apa yang ditetapkan pemerintah, dia boleh berpuasa sesuai keyakinannya, namun tidak boleh mengumumkan dan mengajak masyarakat berpuasa berbeda dari keputusan pemerintah.

Perbedaan Pendapat dan Kerukunan Masyarakat Muslim
Di sisi lain, perkara ini termasuk ujian bagi kita bagaimana berinteraksi dengan perbedaan pendapat dan kaitannya dalam menjaga kerukunan masyarakat. Para ulama umumnya mengatakan bahwa jika perbedaan pendapat hasil dari sebuah ijtihad yang memiliki standar ilmiah memadai dalam sudut pandang fiqih Islam, atau dalam istilah fiqih disebut sebagai Al-Masa’il Al-Ijtihadiah As-Saa’igah, maka seseorang dibolehkan mengikuti pendapat lain yang berbeda dengan pendapatnya, walaupun dia menganggap pendapat tersebut lemah, dengan harapan sikap tersebut dapat menghindarinya dari perpecahan dan pertikaian di tengah masyarakat.

Ketika Utsman bin Affan radhiallahu anhu (berdasarkan pandangan ijtihadnya) melakukan shalat di Mina sebanyak empat rakaat (pada shalat yang empat rakaat) Ibnu Masud mengingatkan bahwa dia pernah shalat di belakang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar bin Khattab radhiallahu anhum di Mina sebanyak dua rakaat (shalat empat rakaat di qashar menjadi dua rakaat). Namun ketika suatu saat di Mina beliau shalat di belakang Utsman yang melakukan shalat empat rakaat, beliau mengikutinya shalat empat rakaat. Ketika ditanya tentang sikapnya, beliau mengatakan, “Perselisihan itu buruk.” (HR. Abu Daud).
Kitab Ar-Raudhul Murbi adalah salah satu kitab fiqih rujukan dalam Mazhab Hambali. Sebagaimana diketahui bahwa Mazhab Hambali tidak memandang disyariatkannya qunut secara khusus pada Shalat Subuh. Namun pengarang kitab ini, Al-Bahuti, mengatakan, apabila seorang makmum ikut shalat dengan imam yang qunut dalam shalat Fajar, hendaknya dia mengikutinya dan mengaminkannya. (Ar-Raudhul Murbi, 1/220)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, menguatkan pendapat, berdasarkan sejumlah dalil, bahwa bacaan basmalah pada shalat jahriah tidak dikeraskan, namun berikutnya beliau berkomentar, “Meskipun demikian, apa yang seharusnya tidak dikeraskan bacaannya, bisa jadi disyariatkan untuk dikeraskan bacaannya jika ada kemaslahatan yang kuat. Seorang imam, kadang-kadang, disyariatkan mengeraskannya untuk mengajarkan para makmum, bagi jamaah shalat boleh saja kadang-kadang mengeraskan sedikit bacaannya, boleh juga seseorang meninggalkan sesuatu yang lebih utama untuk merekatkan hati dan mewujudkan persatuan serta menghindari penolakan yang tidak layak. Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam urung membangun Ka’bah berdasarkan pondasi Nabi Ibrahim, karena bangsa Quraisy ketika itu baru saja meninggalkan masa jahiliyahnya, beliau khawatir terjadi penolakan di kalangan mereka. Maka, beliau memandang bahwa maslahat kerukunan dan kesatuan hati lebih diutamakan ketimbang maslahat membangun Ka’bah berdasarkan pondasi Nabi Ibrahim…..” (Majmu Fatawa, 22/436-437)
Beliau rahimahullah juga berkata, “Meninggalkan perkara yang lebih utama menurutnya adalah boleh agar tidak menimbulkan penolakan masyarakat. Demikian pula jika seseorang berpendapat bahwa bacaan basmalah dikeraskan, lalu dia menjadi imam di masyarakat yang tidak menganggapnya sunah, atau sebaliknya, lalu dia shalat sesuai dengan pendapat mereka, maka dia telah bersikap baik.” (Majmu Fatawa, 22/268-269)

Prosedur Penetapan Resmi di Negara Kita
Jika kita perhatikan kasus yang terjadi di negara kita, Departemen Agama (Depag) Republik Indonesia yang dalam hal ini diberi wewenang secara formal untuk menetapkan dan mengumumkan awal dan akhir Ramadan, telah berupaya melakukan proses penetapan dengan upaya maksimal agar terpenuhi standar syar’i serta tidak mengabaikan kemajuan teknologi sebagai penopangnya, bahkan mereka juga telah menyertakan berbagai elemen dan ormas Islam di masyarakat. Yang saya nilai, Depag telah melalui mekanisme yang terkandung dalam hadits Nabi di atas.
Mereka menyebutnya sebagai metode rukyat dan hisab sekaligus. Maksudnya adalah bahwa mereka menggunakan standar perhitungan hisab untuk dapat melihat hilal. Jika berdasarkan hisab, hilal sudah berada di atas ufuk dan dapat dilihat, maka dilakukan upaya rukyat untuk memastikan apakah dia terlihat atau tidak. Jika terlihat (rukyat) lalu diproses kebenarannya dan kemudian diterima, maka dipastikan bahwa esok hari adalah awal Ramadan. Jika tidak, atau ada yang mengaku melihat namun tidak dapat diterima persaksiannya karena satu dan lain sebab, maka ditetapkan bahwa bilangan Sya’ban digenapkan tiga puluh hari, dan Ramadan jatuh pada hari lusanya.
Katakanlah pedoman Depag yang lebih condong kepada rukyatul hilal ini termasuk pendapat yang lemah. Namun setidaknya dia merupakan perkara ijtihad para ulama yang masih diakui memiliki standar ilmiah syar’i yang masih layak diikuti. Maka jika hal ini yang lebih mendatangkan keutuhan dan kebersamaan di tengah masyarakat, sebaiknya pihak-pihak yang menganggapnya lemah, dapat berlapang dada untuk tidak memaksakan pendapatnya dan menerima pendapat lain selagi di sana lebih mendatangkan kemaslahatan bersama. Apalagi jika ternyata pandangan ini (rukyatul hilal) justru merupakan pandangan yang dikuatkan jumhur ulama. Sejak sekian ribu tahun lamanya hingga kini, rukyatul hilal, baik secara teoritis maupun secara praktis, telah dipegang dan dipraktekkan oleh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Bahkan berbagai lembaga fatwa kontemporer sekalipun masih menjadikan perkara ini sebagai pedoman utama dalam menetapkan awal dan akhir Ramadan dengan berbagai macam argumentasi. Maka jika kemudian pedoman ini dijadikan sebagai pedoman resmi untuk menetapkan secara resmi oleh pihak yang resmi, yaitu penguasa, semestinya dia merupakan sesuatu yang sangat amat layak diikuti, walaupun oleh pihak yang menganggapnya lemah. Dan seharusnya tidak ada yang mengumumkan dan menetapkan secara terbuka yang berbeda dengan keputusan resmi. Para ulama juga sebenarnya telah menetapkan kaidah bahwa “Keputusan hakim (penguasa) dapat menyelesaikan perselisihan pendapat yang ada.”

Dengan menyertakan kedua aspek ini (mekanisme dan cara pandang kita menyikapi perbedaan ijtihad terkait dengan keutuhan umat), penyatuan persepsi terkait penetapan awal dan akhir Ramadan akan lebih besar harapan untuk terwujud. Adapun kalau pedomannya hanya sebatas mana yang paling kuat argumentasinya, masing-masing pihak tentu merasa paling kuat argumentasinya.

Hal ini bukan berarti kita tidak setuju diskusi tentang masalah ini terus dilanjutkan, biarlah dia menjadi bagian dari dinamika dan diskursus ilmiah yang memang didorong dan diberikan ruang dalam Islam, selagi dilakukan semangat mencari kebenaran berdasarkan dalil dan pemahamannya. Bahkan secara pribadi, walaupun hingga kini penulis masih condong dengan standar rukyatul hilal, namun penulis cukup respek terhadap argumentasi mereka yang hendak menjadikan hisab sebagai acuan penetapan awal dan akhir bulan.
Namun hendaknya masalahnya dibedakan antara perdebatan ilmiah dengan wewenang dalam memberikan keputusan, agar jangan sampai membuat suasana kehidupan beragama tidak kondusif. Toh, kalau memang pandangannya benar-benar kuat dan memiliki standar ilmiah yang cukup, lambat laun akan ada penerimaan terhadap sebuah pandangan seperti itu. Tidak sedikit pandangan fiqih yang pada awalnya tidak terlalu diapresiasi bahkan ditolak, lambat laut dapat diterima setelah perbincangan dan diskusi panjang seputar masalah tersebut.
Sepanjang yang saya tahu, para ulama masa kini yang mengusung pendekatan hisab seperti DR. Yusuf Qaradhawi di Qatar, DR. Abdullah bin Sulaiman Al-Mani’ di Arab Saudi, atau sebelumnya, pakar hadits, Syekh Ahmad Syakir, hanya membatasi pendapatnya dalam diskusi ilmiah. Apabila Ramadan tiba, mereka tidak sampai mengumumkan secara sepihak keputusan penetapan awal Ramadan berdasarkan pandangan hisab menurut pendapat yang mereka ambil di luar keputusan resmi pemerintah.

Ketegasan Pemerintah
Selain itu, dalam hal ini memang dibutuhkan ketegasan pihak berwenang untuk melarang keras pihak manapun mengumumkan penetapan awal Ramadan di luar keputusan resmi pemerintah. Hal ini yang berlaku di banyak negeri Islam. Sehingga dengan begitu, dapat diharapkan suasana kondusif akan terwujud dan masyarakat dapat mengawali Ramadan dengan tenang dan hati yang khusyu, tidak terombang ambing oleh berbagai info dan opini yang sedikit banyak dapat mempengaruhi suasana hati di bulan yang justru kita sedang sangat dianjurkan untuk membersihkan dan menata hati, baik kepada Sang Khaliq ataupun kepada sesama makhluk.

Dalam kapasitasnya, pemerintah tidak cukup menyikapi masalah ini dengan ungkapan yang sepintas manis dan menenangkan, seperti ungkapan ‘masing-masing pihak agar menghormati pihak lain yang berbeda.’ Atau ‘kita sudah terlatih menghadapi perbedaan’, dan semacamnya. Ungkapan seperti itu layak bagi rakyat yang tidak berdaya apa-apa menghadapi kondisi seperti ini, adapun bagi pemerintah yang berwenang dan memiliki kapasitas untuk mengatur, ungkapan semacam itu lebih tepat disebut sebagai tameng untuk berlindung dari kelemahan menyelesaikan problem yang satu ini.
Wallahua’lam

Abdullah Haidar, Lc

posted by Adimin

Ada Apa dengan Jokowi...???



Kemenangan Jokowi menyisakan berjuta analisa, baik dari analisa politik sosial maupun kekinian. Tokoh sekaliber Hidayat Nur wahid saja ternyata tidak banyak memikat masyarakat Jakarta yang nota bene adalah salahsatu kota basis PKS dan kota yang selalu menjadi barometer politik ke depan.  Ada beberapa analisis yang perlu kita jadikan cermin mengapa kemenangan Jokowi menjadi fenomenal.

Dari data yang bisa ambil kita dari beberapa media, ternyata selama memimpin kota Solo, Jokowi ternyata tidak pernah menikmati gajinya yang notabene halal dan sudah menjadi haknya untuk menerima gaji sebagai walikota Solo.  Dari sisi ini, publik Solo menilai ternyata masih ada orang orang yang mempunyai sense of crisis terhadap kondisi rakyat kebanyakan, meskipun dilakukan dengan cara defensif yaitu dengan cara tidak menerima gaji. Jokowi juga terkenal sangat sederhana dalam berpenampilan dan berkomunikasi dengan siapa saja, kesederhanaan adalah hal yang jarang terjadi, jika kita menilik dan membandingkan dengan banyak pejabat pejabat publik di negeri ini. Dan ini mestinya juga menjadi cerminan bagi yang mengaku sebagai partai dakwah yang sebagian pemimpinnya berpenampilan wah, meskipun mereka bergaya seperti itu menggunakan  argumentasi "menyesuaikan medan dakwah". Tidakkah kesederhanaan Nabi, Sahabat, dan Tabiin, selagi mereka menjadi pejabat publik bisa kita jadikan Ibroh, dan tidakkah kemenangan Moursi beserta kesederhanaannya tidak bisa kita jadikan inspirasi bagi partai dakwah ini.....???

Dan juga ternyata Jokowi senantiasa dekat dan membaur dengan rakyat Solo. Sekat sekat birokrasi dia singkirkan untuk bisa lebih mendengarkan langsung suara suara dari rakyat kecil dan terbukti Jokowi sangat dicintai oleh sebagian besar masyarakat Solo. JOKOWI, salah satu yg berani BERBEDA. Tak menerima gaji, tdk suka protokler & membaur dgn rakyat. Dari dua poin ini bisa kita tarik benang merah, ternyata Bersih dan Peduli saja tidak cukup untuk meyakinkan masyarakat, apalagi masyarakat yang lumayan berpendidikan seperti Jakarta, perlu nilai lebih dari seorang pemimpin yaitu Program yang jelas dan tindakan nyata.

Mudah mudahan kemenangan Moursi dan Jokowi bisa menjadi ibroh bagi kita selaku partai dakwah. Kemenangan dan kekalahan dalam Pilkada BUKAN- LAH kemenangan atau kekalahan dakwah. Dakwah menang jika makin banyak yg MENYEMBAH/TAAT pada Allah SWT
Hasil Pemilukada DKI semestinya menjadi umpan balik bagi PKS. "Agar PKS segera berbenah dalam menyambut Pemilu 2014.  ALLAHU AKBAR 

Adimin 

posted by Adimin

Mensolidkan generasi dakwah




Wajah ceria dan senyum sumbringah tampak jelas dari anak-anak kader Partai Keadilan Sejahtera Kota Padang. Musim liburan yang tiba di isi dengan berbagai macam kegiatan, melalui program ketahanan keluarga Bidang perempuan DPD PKS kota padang mengemas acara yang asik dan menarik untuk anak kader generasi muda penerus dakwah kota padang kedepan.

Sabtu (30/06) bertempat di Ampalu TK Ar Royyan penggambiran kecamatan lubuk begalung kota padang anak-anak ini berkumpul beserta para orang tua. mereka ikut serta dalam kegiatan yang di angkatkan oleh bidang perempuan DPD PKS kota padang yakni Out Bond Ceria dengan tema “Mensolidkan Generasi Dakwah Masa Depan”.

Acara yang di angkatkan Bidang Perempuan ini bertujuan untuk mensolidkan dan juga memotivasi anak kader untuk ikut halaqah sejak usia dini. Selain itu juga untuk menyaring bakat dan minat mereka. Nantinya bakat dan minat mereka akan di kelola oleh bidang perempuan DPD PKS Padang, saat ini ada lima bakat dan minat yang di persiapkan oleh bidang perempuan DPD PKS Padang yakni, jurnalist, karate, nasyid, melukis dan sepak bola.

Sebanyak 60 anak terdiri dari 35 orang laki-laki dan 25 orang perempuan mengikuti out bond ceria, mereka yang ikut mulai dari kelas 2 SD – 3 SMP. Mereka di bagi kedalam beberapa kelompok, kelompok ini nantinya saling bersaing untuk menjadi pemenang dalam setiap game yang di berikan oleh instruktur.

 

Instruktur dalam out bond ceria lansung di hendel oleh Kepanduan dan santika kota padang. Permainan-permainan dan game yang di berikan oleh instruktur beragam dan sangat menghibur para peserta out bond. Game tersebut antara lain, game ta’aruf, halang lintang, flying fox, landing net dan jembatan burma.
 
TK Ar Royyan juga menyediakan tempat bermain untuk anak-anak yang masih di bawah 10 tahun seperti, mini water boom, kolam renang dan ayunan. Anak-anak ini tak kalah semangatnya dengan parta peserta out bond Ceria, mereka saling berebut, melompat masuk kedalam kolam dan bermain lempar bola. Seluruh peserta, anak-anak dan orang tua sangat menikmati kegiatan yang di angkatkan Bidang Perempuan DPD PKS Padang.

posted by Adimin

Bahagia Bersama Ramadhan

Written By @Adimin on Saturday, July 14, 2012 | 5:34 AM



Pendahuluan

Setiap manusia pasti ingin bahagia. Sangatlah mustahil jika ada seseorang yang tidak menginginkan hidup bahagia. Jika kita ditanya apa tujuan hidup di dunia ini, pasti jawabannya ingin bahagia. Karena itu sering dalam penutup setiap doa kita membaca:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Al-Baqarah:201)
Hal tersebut adalah wajar, karena fitrah manusia memang diciptakan dengan memiliki perasaan yaitu perasaan bahagia.
Pertanyaannya adalah; Bagaimanakah bentuk kebahagiaan itu?
- Apakah bahagia karena berlimpahnya harta?
- Apakah yang dimaksud bahagia karena badan sehat?
- Apakah yang dimaksud bahagia karena wajah tampan atau cantik?
- Apakah bahagia itu karena punya jabatan dan kekuasaan?
- Apakah bahagia itu karena punya rumah yang luas, tanah yang lapang, kebun yang indah, mobil yang mewah? Dan lain sebagainya?

Berbagai pertanyaan di atas bisa dijawab dengan berbagai macam sisi yang berbeda; bisa jadi bahagia itu adalah karena punya harta berlimpah; bisa jadi karena berbadan sehat; bisa jadi karena memiliki wajah yang tampan atau cantik; bisa jadi karena punya jabatan; bisa jadi karena punya kewibawaan; bisa juga karena kharisma; bisa jadi karena punya rumah yang luas, tanah yang lapang, kebun yang indah dan mobil yang mewah.
Dalam Islam, yang di maksud bahagia adalah ketika seseorang telah memiliki iman, berhati lapang serta ridha terhadap apa yang ada di tangannya, sekalipun dari sisi materi, menurut sebagian orang hidup di bawah standar dari bahagia, namun bagi yang memiliki sifat seperti hal di atas tetap merasa bahagia.

Di antara wujud dari kebahagiaan itu adalah ibadah dan taat kepada Allah swt; dengan menunaikan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Menurut Al-Qur’an jalan satu-satunya untuk menemukan kedamaian, ketenteraman, ketenangan, kebahagiaan dan kepuasan batin adalah ibadah kepada Allah swt. sebagai-mana yang difirmankan Allah swt.:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Ar-Ra’d:28)
Selain kebahagiaan batin, orang yang beriman dan melakukan berbagai amal shalih juga akan merasakan kenikmatan lahiriah. Allah swt. berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beri-man, maka sesungguhnya akan Kami beri¬kan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pa¬hala yang lebih baik dari apa yang te¬lah mereka kerjakan”. (An-Nahl:97)

Melalui tulisan ringan ini, penulis ingin memberikan suguhan tentang bagaimana meraih kebahagiaan dari salah  satu ibadah yang Allah swt. wajibkan, yaitu shaum atau puasa Ramadhan.
Jakarta, Sya’ban 1431 H/ Juli 2010 M
Abu ANaS

Indahnya Bulan Ramadhan

Syukur al-hamdulillah, Allah SWT masih memberikan kesempatan kepada untuk berjumpa dengan bulan Ramadhan, semoga kita semua dapat berpuasa sesuai dengan perintah Allah SWT, dan menjadikannya sebagai saat-saat dan kesempatan yang berharga untuk memperbanyak ibadah, amal shalih dan aktivitas lainnya demi meraih ridha Allah SWT.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang banyak memiliki keistimewaan, nama yang tidak asing bagi umat Islam. Sayyidus suhur (penghulu bulan-bulan) adalah merupakan julukan yang sangat indah, syahru nuzulil Quran, (bulan diturunkannya Al-Qur’an), syahrut tarbiyah (bulan pendidikan), Syahrul Muwasah (bulan toleransi dan peduli), dan julukan-julukan indah lainnya, adalah nama-nama yang indah yang begitu melekat pada bulan Ramadhan.
Namun dari sekian banyak keistimewaan dan keutamaannya serta keindahannya, sangat sedikit dari umat Islam yang menyadari -atau mungkin mereka sadar tapi belum menyentuh lubuk hati mereka- sehingga saat Ramadhan tiba, tidak ada raut wajah sumringah atau bergembira menyambutnya. Tidak ada antusiasme masyarakat untuk mengikuti amaliyah dan ibadah Ramadhan kecuali sekadar menjalankan kegiatan ritual belaka; sekadar melepas atau menggugurkan kewajiban atau hanya karena adat dan tradisi serta kebiasaan yang sudah biasa dilakukan pada setiap bulan Ramadhan hadir. Sehingga setiap kali selesai bulan Ramadhan kepribadian seseorang tidak meningkat dan berubah, tetap seperti yang lama, yang berubah hanyalah umurnya saja yang semakin hari memang terus bertambah dan tua.

Karena itulah agar puasa tidak sia-sia, sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, maka hendaknya setiap orang melakukan persiapan diri dengan beberapa cara berikut ini:
1. Persiapan Ma’nawi (spiritual); dengan cara membersihkan hati dari penyakit yang dapat menggugurkan aqidah dan nilai ibadah, juga agar dapat melahirkan niat yang ikhlas dalam menjalankan segala aktivitas dan ibadah Ramadhan, terutama puasa.
2. Persiapan fikri (pemahaman); melalui pembekalan diri dengan ilmu-ilmu dan pengetahuan agama, terutama yang terkait langsung dengan amaliyah dan ibadah di bulan suci Ramadhan.
3. Persiapan Jasadi (Fisik); dengan menjaga kesehatan badan dan anggota tubuh lainnya, menciptakan lingkungan bersih serta mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dan teratur.
4. Persiapan Materi; dengan menyiapkan diri untuk menabung dan menyisihkan sejumlah dana sehingga dapat memperbanyak infak, memberi ifthar kepada orang lain dan membantu orang yang membutuhkan.
Dengan beberapa persiapan tersebut diharapkan seorang muslim mampu melaksanakan berbagai aktivitas atau amaliyah di bulan Ramadhan secara optimal dan berhasil menjadi hamba rabbani baik qobla (pra), atsna’a (pada saat) dan ba’da (pasca) Ramadhan. Rasulullah saw bersabda :
“Andaikan umatku mengetahui apa yang ada dalam Ramadhan, maka ia bakal berharap satu tahun itu puasa terus.”(Ibnu Khuzaimah)
Dalam hadits lain Rasulullah memotivasi umatnya, para pelaku kebaikan atau kejahatan yang mengikuti Ramadhan dengan baik.

فِي رَمَضَانَ تُغَلَّقُ فِيهِ أَبْوَابُ النَّارِ وَتُفَتَّحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُصَفَّدُ فِيهِ الشَّيَاطِينُ قَالَ وَيُنَادِي فِيهِ مَلَكٌ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَبْشِرْ يَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ


“Bulan Ramadhan; di dalamnya pintu surga dibuka, pintu neraka di tutup dan syaitan-syaitan dibelenggu, di dalamnya pada setiap malamnya ada seruan; wahai para pencari kebaikan marilah kemari, dan wahai para pelaku kejahatan berhentilah”. (Thabrani)
Dalam hadits nabi yang lainnya juga disebutkan

أُعْطِيَتْ أُمَّتِي خَمْسَ خِصَالٍ فِي رَمَضَانَ لَمْ تُعْطَهَا أُمَّةٌ قَبْلَهُمْ خُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ وَتَسْتَغْفِرُ لَهُمْ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى يُفْطِرُوا وَيُزَيِّنُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ كُلَّ يَوْمٍ جَنَّتَهُ ثُمَّ يَقُولُ يُوشِكُ عِبَادِي الصَّالِحُونَ أَنْ يُلْقُوا عَنْهُمْ الْمَئُونَةَ وَالْأَذَى وَيَصِيرُوا إِلَيْكِ وَيُصَفَّدُ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ فَلَا يَخْلُصُوا إِلَى مَا كَانُوا يَخْلُصُونَ إِلَيْهِ فِي غَيْرِهِ وَيُغْفَرُ لَهُمْ فِي آخِرِ لَيْلَةٍ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَهِيَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ قَالَ لَا  وَلَكِنَّ الْعَامِلَ إِنَّمَا يُوَفَّى أَجْرَهُ إِذَا قَضَى عَمَلَهُ

“Pada bulan Ramadhan, umatku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada umat sebelum mereka: (1) bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi daripada bau minyak kasturi, (2) para malaikat memohonkan ampunan untuk mereka hingga mereka berbuka puasa, setiap hari Allah menghias surga-Nya lalu berkata (kepada surga), ‘Hamba-hamba-Ku yang berpuasa hampir menanggung beban dan sakit agar dapat sampai kepadamu,’ (3) para setan dibelenggu sehingga mereka tidak leluasa (untuk menggoda manusia) seperti yang biasa mereka lakukan pada bulan yang lain, dan (5) mereka diberi ampunan pada akhir suatu malam.’ Ditanyakan kepada Rasulullah, ‘Ya Rasulullah, apakah malam tersebut adalah Lailatul Qadar?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, tapi seorang pekerja akan mendapatkan upah jika ia telah menuntaskan pekerjaannya.’” (Ahmad)

Allahumma Ballighna Ramadhan

Judul di atas merupakan penggalan dari hadits Nabi saw yang berupa doa beliau ketika memasuki bulan Rajab dan Sya’ban. Secara lengkap doa yang disampaikan oleh Nabi saw adalah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانٍ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah SWT berkahilah hidup kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami hingga bulan Ramadhan”.

Adapun nash lengkap hadits seperti yang termaktub dalam Musnad Imam Ahmad adalah sebagai berikut:

Menceritakan kepada kami Abdullah, dari Ubaidullah bin Umar, dari Zaidah bin Abi ar-Raaqod, dari Ziyad an-Numairi, dari Anas bin Malik berkata ia, Adalah Nabi saw apabila masuk bulan Rajab, beliau berdoa ; “Ya Allah SWT berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami kepada Bulan Ramadhan. beliau selalu berkata, “Pada malam jumat nya ada kemuliaan, dan siangnya ada keagungan.

Doa Nabi saw di atas bentuknya umum, yang berarti ketika membaca doa ini, seakan seorang muslim memohon kepada Allah SWT tiga permohonan;
1. Memohon kepada Allah agar diberikan panjang umur sehingga dapat memasuki bulan Ramadhan;
2. Memohon kepada Allah SWT agar selain diberikan usia panjang, juga diberi kemampuan dan kesehatan sehingga dapat menunaikan aktivitas dan ibadah yang ada pada bulan Ramadhan secara optimal dan maksimal;
3. Memohon kepada Allah SWT agar –melalui ibadah Ramadhan- agar diberikan hidayah dan rahmat, iman dan taqwa, sehingga kelak –setelah mengikuti amaliyah Ramadhan- termasuk orang-orang yang mendapatkan keberkahan, ampunan dan terbebas dari api neraka serta meraih berbagai kenikmatan dan kebahagiaan serta taqwa.

Kenapa demikian? Karena betapa banyak orang yang tadinya sehat wal afiat, usia ada namun ketika menjelang Ramadhan tiba, ruhnya dipanggil oleh yang Maha Kuasa sehingga tidak dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan.

Dan betapa banyak orang yang diberikan usia panjang hingga dapat memasuki bulan Ramadhan, namun tidak dapat menjalankan ibadah dan amaliyah yang ada pada bulan Ramadhan karena sakit, kondisi fisik yang lemah dan lain-lainnya. Dan lebih mengenaskan lagi, betapa banyak orang yang diberikan kesempatan hidup, umur panjang, badan sehat dan fisik yang kuat, namun tidak di dalamnya mendapatkan keberkahan, kebaikan dan ampunan Allah SWT; karena tidak ada iman, tidak mampu mengendalikan hawa nafsu, amarah dan angkara murka serta perkataan dan perbuatan tercela lainnya.
Nabi saw bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan pahala dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus belaka” (Musnad Ahmad)

Dalam hadits lainnya juga disebutkan:

أتاكم رمضان شهر بركة ، فيه خير يغشيكم الله [ فيه ] ، فتنزل الرحمة ، وتحط الخطايا ، ويستجاب فيه الدعاء ، فينظر الله إلى تنافسكم ، ويباهي بكم ملائكته ، فأروا الله من أنفسكم خيرا ، فإن الشقي من حرم فيه رحمة الله عز وجل

“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan, di dalamnya terdapat kebaikan yang meliputi kalian karena Allah (ada di dalamnya), maka turunlah rahmat, berguguran segala kesalahan dan dosa, di dalamnya doa dikabulkan, maka Allah melihat semangat berlomba kalian, dan para malaikat sangat dengan kalian, maka perlihatkan di hadapan Allah yang terbaik dari jiwa-jiwa kalian, karena sesungguhnya celaka bagi siapa yang diharamkan di dalamnya rahmat Allah SWT”(Thabrani)
Karena itu mari senantiasa kita membaca doa seperti yang diajarkan nabi di atas, dan juga membaca doa yang selalu dipanjatkan oleh para pendahulu kita… kelak semoga Allah SWT mengabulkannya..

اللَّهُمَّ سَلِّمْنِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِي رَمَضَانَ وَتَسْلِمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah selamatkanlah kami hingga bulan Ramadhan ke depan, dan pertemukan untuk bulan Ramadhan dan terimalah seluruh amal kami pada bulan Ramadhan”.

Dan doa yang ada dalam Al-Qur’an:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)”. (Ali Imran:8)




posted by Adimin

Benarkah Orang baik. . . .

Written By @Adimin on Thursday, July 12, 2012 | 1:23 AM


Benarkah Orang baik belum tentu masuk Surga ?

Apakah Bunda Theresa yang sepanjang usia nya dibaktikan untuk umat miskin India harus masuk neraka ? Apakah Paus Paulus II yang pernah menjamu calon pembunuhnya dengan baik hingga si calon pembunuhpun membatalkan rencana pembunuhan tersebut juga tak pantas masuk surga ? Apakah Mahatma Gandi yang secara lembut, sabar dan selalu menggunakan jalan damai untuk membela kemerdekaan rakyat India juga harus masuk neraka ? Bagaimana pula dengan sebagian dari milyaran umat manusia non Islam yang baik hati, apakah mereka harus masuk neraka dibanding sebagian dari milyaran umat Islam tapi buruk perilakunya ?
Apakah Akhlak Menentukan Seseorang Masuk Surga atau Tidak ?
Ada satu jawaban yang singkat, jelas dan tegas untuk pertanyaan tersebut yaitu, “kalau memang akhlak dijadikan patokan oleh Tuhan untuk menentukan pantas tidaknya seseorang masuk surga, maka agama tidak diperlukan lagi di muka bumi ini” Kalau memang akhlak kriteria utama menentukan masuk surga atau tidaknya seseorang, maka untuk apa lagi agama, karena tanpa agama saja orang bisa berbuat baik. Di negeri atheis seperti di Rusia, China, atau di negeri sekuler seperti Eropa dan Amerika, ditemukan banyak orang yang tak beragama tapi memiliki akhlak yang luar biasa baiknya. Tidak usah jauh-jauh, pasti kita sering menemu- kan diantara teman atau tetangga kita akhlaknya sangat baik, ia mengaku punya agama tapi tak pernah sholat atau ke gereja, tapi nyatanya akhlaknya lebih baik dari umat Islam yang rajin beribadah.
Sifat baik adalah fitrah yang diberikan Allah sejak kita didalam kandungan. Fitrah (sifat-sifat baik) adalah kecenderungan manusia untuk berbuat kebaikan, seperti halnya binatang buas diberi Allah kecenderungan untuk bersifat buas, mereka akan tetap buas walaupun manusia berusaha menjinakkannya. Hawa nafsu dan pilihan manusia sendiri yang membuat seorang manusia menjadi jahat dan berperilaku buruk.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan yang menyebabkan mereka tersesat dari agama mereka” (HR Muslim).
Allah menganugerahi manusia kesempatan untuk memilih yang baik atau yang buruk sesuai firman Allah : “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (QS, Al-Balad 90 : 10). “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS, Al-Insaan 76 : 3).
Kemudian setan berusaha mengaburkan jalan yang benar sehingga jalan yang baik oleh manusia dikira sesat, dan jalan yang sesat dikira benar. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al Baqarah 2 : 216) : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Namun tujuan tulisan ini sama sekali bukan untuk menyatakan bahwa akhlak yang baik tidak penting, atau menjadi muslim yang berperilaku buruk lebih baik daripada non-Islam yang baik hati. Tujuan tulian ini agar kita menyadari bahwa Tuhan tidak menuntut dari manusia sekedar akhlak yang baik, tapi juga ada hal lain yang lebih utama dibanding akhlak.
Bahkan Akhlak Seorang Muslim Yang Baik Sekalipun Tidak Cukup Untuk Membuat nya Masuk Surga.
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : “Kenapa pundakmu itu ?” Jawab anak muda itu : “Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya”. Lalu anak muda itu bertanya: ” Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua?” Nabi SAW sangat terharu mendengarnya, sambil memeluk anak muda itu ia berkata : “Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan oleh pengorbanan dan kebaikanmu”. Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita terhadap anaknya. Kita merasa sudah cukup, tapi dalam perhitungan Allah nilai jasa kedua orang tua pada anaknya jauh lebih besar nilainya dari yang dibayangkan manusia. Pasti ada sesuatu perbuatan lain yang harus kita lakukan untuk memperbanyak balas budi kita pada kedua orang tua kita. Diantaranya dengan cara menjadi anak yang sholeh dan selalu mendoakan kedua orangtua kita.
Untuk membalas budi kedua orang tua saja kita tidak akan pernah sanggup, apalagi membalas kebaikan Tuhan yang mengkaruniakan kita fitrah kasih sayang pada kedua orang tua kita, yang mengkaruniakan kita mata yang mampu melihat, telinga yang mampu mendengar, lidah yang mampu merasakan kelezatan makanan, yang telah mengkaruniakan kita udara secara gratis.
Ada perspektif yang sama antara hadits tersebut barusan dengan hadits berikut ini. Rasulullah SAW pernah berkata, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh sayapun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?” . Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”. Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah. Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.
Apa makna dari kedua hadits tersebut diatas ? Yaitu bahwa perbuatan baik (akhlak) dan ibadah kita ternyata tidak mampu untuk mendapatkan tiket ke surga. Hanya karena rahmat-Nya lah kita bisa ke surga. Akhlak dan amal ibadah juga tidak cukup menjamin kita terbebas dari api neraka, hanya ampunan-Nya lah yang bisa membuat kita terbebas dari api neraka. Karena itu kita diminta banyak memohon rahmat dan ampunan Allah.
Pertanyaan berikutnya (dikaitkan dengan judul tulisan ini) adalah apa syaratnya agar doa kita untuk memohon rahmat dan memohon ampunan Allah bisa diterima ? Tidak semua orang diberi rahmat surga, dan tidak semua orang diberi ampunan dari ancaman neraka. Karena itu Allah menentukan syarat utamanya adalah beriman kepada-Nya dan rasul-Nya (melalui syahadat). Ia harus memiliki aqidah yang benar, memahami siapa Tuhan yang disembahnya dengan benar, apa yang dimaui-Nya, bagaimana cara mencintai-Nya. Inilah syarat utama agar permohonan rahmat dan ampunan kita bisa diterima.
Apakah Benar Anggapan Bahwa Sifat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang Akan Membuat Allah Tidak Mungkin (Tega) Menghukum Orang Yang Baik Hati ?
Di akhirat kelak orang yang tidak beriman kepada Allah akan membawa amal kebaikannya ke hadapan Allah, tapi kemudian Allah tidak menerimanya, seperti tersebut dalam Al Qur’an surat Al Furqan ayat 23, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”.
Ibarat seorang pembantu yang bekerja keras pada majikannya, setiap hari ia bangun pagi membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyapu halaman, menjaga keselamatan anak majikan selama majikan bekerja diluar. Namun sang pembantu yang rajin ini ternyata tidak sopan dalam kata dan perilaku, Sang pembantu tidak mau berusaha memperbaiki sikapnya ini pada atasannya, karena ia mempunyai pendapat sendiri tak mungkin majikan akan memecatnya karena ia sudah bekerja sangat keras dan merawat anak-anak majikannya dengan baik. Ia tidak juga berusaha mencari tahu apa yang diinginkan sang majikan. Padahal jelas sang majikan sudah menulis tatatertib dan uraian kerja pembantu rumah tangga, diantaranya disebutkan bahwa kesopanan adalah syarat terpenting bekerja di rumah majikan tersebut. Bahkan terkadang ia sombong dan keras hati serta menyimpulkan sendiri bahwa sebagai orang yang berintelektual tinggi seharusnya majikannya bisa menerima kekurangan sang pembantu. Iapun kaget ketika di akhir bulan, sang majikan memecatnya dengan alasan tidak sopan. Ia protes tapi majikannya punya hak.
Analogi sederhana ini, menyiratkan bahwa agar doa, ampunan, amal dan ibadah kita bisa diterima Allah hendaknya kita mengenal Allah secara baik, melalui perenungan dan makrifatullah. Kitapun sebagai hamba Allah perlu mencari tahu apa sebenarnya syarat utama yang diinginkan Allah agar segala amal ibadah dan akhlak baik kita diterima Allah. Tidak susah mengenal Allah karena karya-Nya ada disekeliling kita, yaitu alam semesta ini, bahkan Ia telah memperkenalkan diri-Nya pada manusia melalui kitab-kitab suci dan ajaran nabi-Nya. Dengan mengenal allah secara baik kita akan tahu bahwa Allah sangatlah penyayang, demikian sabar dengan kelemahan manusia, terlalu banyak kesalahan kita yang dimaafkan-Nya, bahkan kita akan tahu bahwa terlalu berlebihan kalau keimanan, amal ibadah dan kebaikan kita dibalas dengan surga yang luar biasa nikmatnya. Dengan hati yang bersih dan ilmu yang cukup juga akan memudahkan kita memahami mengapa Allah mengancam orang-orang tidak beriman dan yang buruk akhlaknya dengan neraka.
Memahami Allah dengan menggunakan kemampuan akal manusia adalah sia-sia, karena hakikat sifat-sifat Allah tidak dicerna oleh akal manusia, tapi oleh hati manusia. Hati manusia akan membantu kita memahami Allah, karena didalam hati bersemayam fitrah manusia yang salah satunya memiliki sifat-sifat cinta kepada Allah. Hatipun perlu dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran (sifat sombong, dengki, kikir, dsbnya) agar fitrah manusia bisa diaktifkan untuk memahami sifat-sifat Allah dengan baik.
Tanpa Mengenal Sifat Allah Dengan Baik Maka Sia-sialah Akhlak Baik, Amal dan Ibadah Kita
Melalui pengenalan yang baik terhadap Allah melalui cara-cara yang diatur dalam Qur’an dan hadits, akan kita temukan bahwa Allah mensyaratkan aqidah Islam yang benar sebelum segala amal ibadahnya diterima.
Aqidah adalah hal yang pokok yang membedakan Islam dengan agama lainnya. Aqidah adalah fondasi bangunan seorang umat Muslim, sedang ibadah (syariah) adalah dinding bangunan seorang Muslim, lalu akhlak adalah atapnya. Tanpa fondasi maka ia pun tidak bisa mendirikan bangunan diri seorang Muslim, tanpa aqidah yang benar dan lurus iapun tidak pantas disebut seorang Muslim. Tanpa ibadah yang sesuai syariah Islam, iapun belum sempurna untuk dikatakan sebagai sebuah bangunan yang bernama Muslim. Demikian pula, tanpa Atap yang bernama akhlak, bangunan yang bernama Muslim ini belum utuh dan akan mudah rusak oleh hujan dan panas. Muslim yang baik wajib memiliki ketiga syarat ini (aqidah, ibadah dan akhlak) secara lengkap, tidak kurang satupun, dan harus sempurna. Bila aqidahnya salah, maka kekal lah ia di neraka, bila ibadah dan akhlak buruk maka ia ‘mungkin’ masih berpeluang masuk surga setelah di’cuci’ dulu di neraka. Semoga kita tidak termasuk sebagai orang yang di’cuci’ dulu, apalagi kekal, di neraka. Mumpung kita masih hidup di dunia ini, semoga kita diberi ilmu oleh Allah SWT mengenai kedahsyatan akhirat dan neraka, supaya kita tidak menggampangkan diri untuk meng- anggap bahwa di’cuci’ di neraka adalah bukan masalah besar. Tidak untuk sedetikpun ! Naudzu billah min dzalik.
Aqidah adalah apa yang diyakini seseorang, bebas dari keraguan. Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu. Aqidah Islam merupakan syarat pokok menjadi seorang mukmin, dan merupakan syarat sahnya semua amal kita. Untuk memperoleh aqidah yang lurus kita perlu mempelajari dan memahami sifat-sifat Allah dan apa-apa yang disukai dan dibenci Allah. Tanpa aqidah yang lurus maka amal ibadah kita tidak diterima-Nya. Salah satu hal yang paling dibenci Allah SWT adalah syirik, yaitu mensejajarkan diri-Nya dengan makhluk atau benda ciptaan-Nya. Allah berfirman, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang yang merugi” (QS, Az-Zumar: 65).

Aqidah adalah tauqifiyah, artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil, dan tidak ada medan ijtihad atau berpendapat didalamnya. Sumbernya hanya al-Qur’an dan as-Sunnah, sebab tidak ada yang lebih mengetahui tentang sifat-sifat Allah selain Allah sendiri. Aqidah Islamiyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah SWT dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang Prinsip-Prinsip Agama (Ushulu din), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
Begitu pentingnya aqidah dalam Islam, sehingga pelurusan aqidah adalah dakwah yang pertama-tama dilakukan para rasul Allah, setelah itu baru mereka mengajarkan perintah agama (syariat) yang lain. Didalam Al Qur’an, surat Al-A’raf ayat 59, 65, 73 dan 85, tertulis beberapa kali ajakan para nabi, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan selain-Nya”. Dengan demikian ilmu Tauhid sebagai ilmu yang menjelaskan aqidah yang lurus, merupakan ilmu pokok yang harus dipahami sebaik mungkin oleh setiap umat Islam yang ingin memperdalam ilmu agamanya. Tanpa aqidah yang benar seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkannya dari jalan hidup kebahagiaan. Tanpa aqidah yang lurus seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh berbagai informasi yang menye- satkan keimanan kita.

Wallahu a’lam bish shawab


posted by Adimin
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PKS Padang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger