Home » , » Politisasi Mutasi

Politisasi Mutasi

Written By @Adimin on Wednesday, May 7, 2014 | 12:01 AM


 
Polemik yang terjadi dua minggu terakhir berkaitan dengan mutasi beberapa pejabat di lingkungan pemko Padang, semestinya harus dilihat dalam berbagai sudut pandang, tidak bisa dengan memakai kaca mata kuda dengan hanya menampilkan logika formal dengan mengesampingkan fakta fakta yang menyertainya, termasuk perjalanan proses Pilkada Kota Padang 2014 kemarin yang mengusung dua kandidat, Pasangan MAHEM dan DEJE. Diakui atau tidak pasti ada keberpihakan orang2 pemko kepada salahsatu calon.

Hakekatnya seorang PNS harusnya bersikap netral terhadap proses politik dimanapun mereka bekerja. Sehingga kondisi dilingkungan PNS tidak ikut terseret dalam carut marut politik setempat, sehingga menumbuhkan kondisi yang kondusif di dunia kepegawaian terkhusus para abdi negara. 

Ketika seorang PNS atau pejabat ikut terseret proses dan arus politik disekitarnya, berarti dia bersedia dan sanggup untuk menerima resiko yang berbanding lurus dengan keberpihakannya pada proses politik yang ada. Dan hal ini adalah lumrah dan alamiah terlebih lagi dalam dunia politik. 

Ketika masyarakat mencium bahwa dalam proses mutasi yang terjadi ada aroma politik, masyarakat harus adil pula menilai apa yang terjadi dalam proses politik sebelumnya. Ketika pejabat terpilih (berandai andai) yang tentunya mempunyai visi dan misi yang harus dijalankan oleh seluruh perangkat pemko maka mau tidak mau pejabat yang bersangkutan berhak untuk merapikan barisan untuk mencapai misi tersebut, yang pastinya di iringi dengan kebijakan2 strategis termasuk mutasi, maka wajar wajar saja hal itu dilakukan.

Apalagi apa yang dilakukan oleh Pj Wako Erizal dengan melakukan mutasi di lingkungan pemko tidak bertentangan secara hukum.

PP 49 Tahun 2008 mengatur penjabat ke­pala daerah atau pelaksana tugas ke­pala daerah yang dilarang untuk me­la­kukan mutasi pegawai adalah penjabat yang memenuhi lima kondisi ini.  

Per­tama, apabila penjabat tersebut diangkat karena kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD, apabila dinyatakan me­la­kukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih ber­da­sarkan putusan pengadilan.  
Keduabila penjabat kepala daerah diangkat karena kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan Sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena di­dakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan ne­gara.  
Ketiga, penjabat kepala daerah yang diangkat dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti atau di­berhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya.  
Keempat, penjabat yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena me­ngun­durkan diri untuk mencalonkan/dica­lonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah,  
Kelima,penjabat yang diangkat karena kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang me­ngundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah.

Dari lima kondisi di atas, tidak satu pun terpenuhi pada pengangkatan Erizal sebagai Penjabat Wali Kota Padang. Erizal diangkat karena terjadinya kekosongan jabatan wali kota dan wakil wali kota yang telah habis masa jabatannya, sehingga kekosongan jabatan tersebut terjadi bukan karena walikota dan wakil wali kota berhenti atau dibe­rhentikan. Artinya, sehingga alasan dan terminologi “berhenti” atau “diber­hen­tikan” tidaklah tepat digunakan untuk mengukur legalitas dan kewenangan Erizal sebagai Penjabat Wali Kota Padang.

Mutasi adalah salah satu bagian dari  Ma­najemen PNS sebagaimana diatur da­lam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apa­ratur Sipil Negara. Pasal 73 UU ini me­ngatur bahwa setiap PNS dapat di­mu­tasi tu­gas dan/atau lokasi dalam  1 (satu) in­stansi daerah yang  dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.  Jadi, PP 49 Tahun 2008 dan PP 53 Tahun 2010 tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk men­jus­ti­fikasi bahwa mutasi adalah tidak sah.

Dengan kata lain, mutasi yang dila­k­u­kan Penjabat Wali Kota Padang dijalankan ti­daklah bertentangan dengan kedua peraturan pemerintah tersebut. Dan satu lagi keanehan yang terjadi, ketika Fauzi Bahar melakukan mutasi bahkan sampai dua kali, mengapa tidak ada yang bereaksi sedemikian rupa, sehingga sah sah saja banyak juga yang menilai bahwa mereka yang protes itu juga termasuk politisasi bukan semata mata pertimbangan obyektif profesional.

Jadi sebenarnya siapa yang mempolitisasi Mutasi . . . . . .?????



Asdeddy Syam, ST





posted by @Adimin
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PKS Padang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger