Slider

Powered by Blogger.
Latest Post

Dialog Messi dengan Tuhan

Written By @Adimin on Tuesday, October 30, 2012 | 8:48 PM



Messi bertanya kepada Tuhan,"Tuhan, kapan Argentina bisa menjadi juara dunia?"
Tuhan menjawab,"Empat tahun lagi." Messi pun menangis.

Selanjutnya Park Ji Sung bertanya kepada Tuhan,"Kapan Korea Selatan bisa menjadi juara dunia?" dan dijawab Tuhan,"Dua belas tahun lagi." Park Ji Sung pun menangis.

Drogba ikut bertanya kepada Tuhan,"Kapan Pantai Gading bisa menjadi juara dunia?"
Tuhan menjawab,"Dua puluh empat tahun lagi." Drogba pun menangis.

Bambang Pamungkas juga tidak mau kalah. Dia pun bertanya kepada Tuhan,"Kapan Indonesia bisa menjadi juara dunia?" 
Dan Tuhan pun menangis.

posted by Adimin

Gebyar Pos EKA Bidang Perempuan PKS Kota Padang

Written By @Adimin on Tuesday, October 23, 2012 | 1:16 AM




Bidang perempuan DPD PKS padang menggelar acara Silaturahim dan Gebyar POS EKA se-kota Padang. Kegiatan ini di laksanakan pada hari minggu 21 oktober 2012 bertempat di GOR kompleks Yayasan Adzkia taratak paneh kota padang.
Ketua Bid. Puan PKS kota padang Rona Rossa, SS mengatakan” kegiatan ini adalah kegiatan puncak dari beberapa rangkaian kegiatan Bid. Puan PKS kota Padang. POS EKA merupakan program nasional dari DPP PKS. Saat ini untuk kota padang sendiri POS EKA yang sudah berdiri sebanyak 78 POS EKA dari 11 kecamatan yang ada di Kota padang.
“Dalam rangkaian kegiatan ini selain silaturahim ibu-ibu POS EKA dan lomba, Bid. Puan PKS Padang juga akan memberikan penghargaan kepada POS EKA Unggulan dan Bid. Puan berprestasi. Mengenai POS EKA unggulan Bid. Puan PKS Padang sudah melakukan penilaian kelapangan ke POS EKA yang menjadi Finalis. Penilaian ini di lakukan satu minggu menjelang acara puncak hari ini. Alhamdulillah kegiatan hari ini bisa berjalan dengan lancar, peserta yang hadir cukup banyak sekitar 500 orang ibu-ibu dari 11 kecamatan di kota padang memadati GOR ini, tambah beliau.”
Gubernur  Sumatera Barat Irwan Prayitno hadir dalam kesempatan ini dan sekaligus membuka acara, selain itu juga hadir Ketua DPW PKS SUMBAR Trinda Farhan Satria, Wakil Walikota Padang H. Mahyeldi A, Ketua DPD PKS Padang Muhidi, MM dan beserta undangan lainnya.  Gubernur, Ketua DPW dan Ketua DPD PKS Padang seusai pembukaan berkesempatan melihat product-product yang di buat oleh ibu-ibu POS EKA seperti Sulaman, Makanan, serta bunga yang di rangkai oleh Ibu-ibu POS EKA.
POS EKA adalah sebuah kegiatan pelayanan dan pendayagunaan masyarakat berbasis Ekonomi yang di kelola oleh struktur bidang perempuan dan kader serta simpatisan Partai Keadilan Sejahtera di seluruh wilayah indonesia. Tujuan dan sasaran dari kegiatan ini adalah :


  1. Menigkatkan kesadaran perempuan akan kesejahteraan dan kualitas hidup keluarganya
  2. Meningkatkan peluang usaha, kerja dan penghasilan keluarga
  3. Menigkatkan peran dan partisipasi keluarga dalam mewujudkan keluarga sejahtera
  4. Tercapainya penigkatan kesejahteraan keluarga indonesia


Akhir kata kegiatan gebyar pos Eka diakhiri dengan lelang hasil kerajianan tangan anggota pos Eka DPD Kota Padang dan pada kesempatan ini Gubernur Sumbar Irwan Prayitno  termasuk salahsatu pejabat yang dengan senang hati membeli hasil kerajinan tangan dari ibu ibu pos eka.







posted by Adimin

PKS Padang Gelar BAKSOS

Written By @Adimin on Monday, October 22, 2012 | 12:41 AM


Bersih, peduli dan profesional adalah jargon Partai Kedilan sejahtera yang bukan hanya sekedar jargon tanpa bukti. PKS selalu memberikan kepedulian kepada masyarakat karena partai ini adalah  partai dakwah. Untuk itu PKS Padang melalui bidang sosialnya menggelar acara peduli kesehatan masyarakat, Minggu 21 Oktover 2012. Pelayanan yang di berikan berupa pengobatan gratis dan penyuluhan hidup sehat. Pada kesempatan ini PKS padang dan tim kesehatan terjun ke kelurahan Gates kecamatan Lubuk Begalung padang. Sebanyak 10 orang tenaga medis yang terdiri dari dokter dan apoteker di libatkan.
Ketua bidang sosial PKS padang Pun Ardi, S.Ag mengatakan “kegiatan yang di angkat ini sudah jauh-jauh hari di rencanakan, Alhamdulillah atas izin ALLAH swt sekarang baru bisa kita wujudkan. Kedepannya baksos ini akan terus kita lakukan ke kelurahan-kelurahan yang ada di kota padang. Beliau juga berterima kasih karena kegiatan ini bisa terangkatkan berkat kerjasama DPC dan DPRa PKS.”. Ketua DPC Lubeg Ust. Yudhi Saputra, ST juga bersemangat menyambut kegiatan baksos ini, terbukti beliau juga terjun langsung dalam melayani masyarakat Gates.
 
BAKSOS ini di mulai dari pagi hingga siang hari dan di sambut baik oleh warga mulai dari orang tua, anak-anak dan para lanjut usia. Ini di lihat dari warga yang datang di balai pemuda kelurahan gates.  Umumnya warga yang datang dalam pengobatan gratis ini beragam mulai dari yang batuk, luka ringan, mengecek tensi serta gula darah. 


Kelurahan gates merupakan sebuah kawasan pesisir pantai selatan kota padang yang berbatasan langsung dengan kecamatan Bungus teluk kabung. Masyarakat yang tinggal pada umumnya pada beragam mulai dari melaut, buruh dan lainnya.


posted by Adimin

Fanatik . . . . .???

Written By @Adimin on Tuesday, October 16, 2012 | 9:57 PM





FANATIK! Sudah kenyang telinga kita mendengar kata itu. Itu bukan lagi hal yang menggelitik. Tak sekedar kritik. Namun menjadi sidang penghakiman sebuah 'kejahatan' bernama ghirah. Fanatik menjadi ketok vonis untuk menyudutkan umat Islam.  Nabi dihina, kita marah, dicap fanatik. Ada pemurtadan ditengah saudara-saudara seiman, tak boleh kita bersuara. Bersuara berarti fanatik. Malah kata Buya Hamka, ada yang berani berkata, “jangan disebut-sebut juga hukum Islam itu disini, negeri ini bukan negeri Islam. Negeri ini negeri Pancasila.” Kalau sebut-sebut hukum Islam, itu juga fanatik.   Semburan tuduhan fanatik itu bukan barang baru. Itu lagu usang yang diputar berulang-ulang. Tuduhan fanatik, kata KH Wahid Hasyim dalam “Mengapa Saya Memilih NU?” (1985),
“...timbulnya perkataan ta’asshub (fanatisme) di dalam kalangan Islam ialah setelah orang Barat,merasa tidak dapat menembus keteguhan pendirian umat Islam dengan cara hujjah, lalu menuduh ummat Islam adalah fanatik. “ 

Buya Hamka pun sejalan dengan beliau. Ia katakan, “Orang Barat menimbulkan kata fanatik, karena setelah mereka menancapkan penjajahan di negeri-negeri Islam, orang Islam itu melawan. Bergelimpangan bangkai mereka terhantar ditengah medan pertempuran, namun mereka masih tetap melawan. Dan meskipun telah beratus-ratus yang syahid , namun yang tinggal masih meneruskan perlawanan.” 

Tuduhan fanatik oleh Barat, yang dikenakan pada orang Islam itu, menurutnya hanyalah akal-akalan, tipuan semata.
“Bukan mereka sendirikah yang fanatik terhadap kebiasaan, kepercayaan, untuk mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka sungguh luar biasa sekali? Jadi tuduhan orang Barat melemparkan kata-kata fanatik kepada umat Islam semata-mata seperti siasat perang, mengadakan tembakan-tembakan pancingan, dan dengan demikian dapat diketahui mana-mana yang lemah,” tukas KH Wahid Hasyim. 

Sayang, justru saat ini sebagian orang Islam suka memakan pancingan ini. Suka mewarisi pusaka tuduhan bernama fanatik ini. Mereka orang-orang yang tak lain menggadaikan imannya. Menukar akidahnya dengan gelar modern, progressif, toleran, atau semacamnya. Menggeser kiblatnya pada Barat. 
“…golongan modern ini ma’mum pada orang-orang Barat. dengan pendirian yang teguh pula. Sebenarnya mereka ini juga fanatik, akan tetapi tidak pada Islam, hanya kepada orang-orang Barat. Akan tetapi mereka juga tidak suka dinamakan fanatik, dan menamakan dirinya,’ modern’, ‘progressif.” Begitulah sindir KH Wahid Hasyim. 
Senada dengan Wahid Hasyim, menurut Buya Hamka, orang-orang ini adalah, “…orang yang ghirah agamanya sudah berkurang, yang tidak usah menyebut-nyebut lagi perbedaan halal dengan haram; lalu dia sudah sanggup berdiam diri saja melihat yang munkar menurut ajaran agamanya, dan dia pandai menyesuaiakan diri, barulah orang ini dapat pujian karena pandai menyesuaikan diri.” (Buya Hamka,  "Dari Hati ke Hati", Pustaka Panjimas).

Padahal, menurut KH Wahid Hasyim, orang yang memegang teguh pendirian dengan pengertian, bukanlah ta’assub (fanatik). “Tetapi yang demikian itu adalah kesatriaan dan memegang dengan perasaan tanggung jawab yang penuh. “ 
Lantas apakah kita sekarang masih mau menjadi kerbau yang dicocok hidungnya karena takut dituduh fanatik? Masih bangga menjadi pewaris pusaka penjajah dengan turut melemparkan kata fanatik?

Masih gamang terombang-ambing di lautan tuduhan fanatik?
“Bagaimana sekarang, wahai mereka yang disudut jiwanya masih ada sisa rasa tanggung jawab agama? Takutkah kalian dituduh fanatik? Kalau takut lebih baik berhenti jadi orang Islam. Lalu terima saja segala yang ada dalam kenyataan, dan jangan mulut mengatakan halal-haram,” tegas Buya Hamka. 

Buya Hamka bahkan menyitir perintah Allah kepada Nabi Muhammad, “Katakanlah : Jikalau kamu memang mencintai Allah, hendaklah ikut aku,niscaya kamu akan dicintai Allah pula.” Selama kita mengikuti jalan Allah, pasti kita akan bersimpangan dengan mereka yang menentangnya. Mutlak akan bersinggungan dengan vonis fanatik.
“Sebab alat penuduh yang bernama fanatik itu masih tinggal dinegeri ini, untuk mengemplang kepala kita, (dengan) pusaka penjajah,” tukas Buya Hamka.

Buya Hamka kemudian menegaskan, “Tuanku Imam Bonjol melawan Belanda adalah karena fanatik. Tengku Cik Ditiro melawan Belanda adalah karena fanatik, Pangeran Diponegoro melawan Belanda adalah karena fanatik. Semuanya adalah karena fanatik. Yang habis mati bertimbun mayat, menegakkan kemerdekaan adalah orang-orang fanatik. Kalau tak ada lagi orang-orang fanatik di negeri ini, maka segala sampah, segala kurap akan masuk kemari, tidak dapat ditahan-tahan. Sayangnya orang-orang yang mempertahankan yang munkar itulah sekarang yang dengan fanatik menantang tiap orang yang ingin menegakkan kebenaran dan keadilan. “ 

Maka mari kita amini doa beliau;
“Ya Allah! Kalau lantaran karena cinta kepada-Mu dan Rasul-Mu, dan bercita-cita agar hukum-Mu, jalan dalam dunia ini; Kalau lantaran berani menentang segala yang bathil, kalau itu yang dikatakan fanatik, perdalamlah Ya Allah rasa fanatik itu dalam jiwa kami. Dan matikanlah kami dalam membuktikan cinta kepada Engkau!”



 sumber : hidayatullah

 

posted by Adimin

Malah mendapat hadiah

Written By @Adimin on Monday, October 15, 2012 | 3:03 AM



Pada suatu siang Abu Nawas berada di istana ketika Raja Harun Ar-Rasyid sedang sibuk menerima rombongan tamu dari kerajaan sahabat. Saat itu hanya ada dua orang pelayan. Abu Nawas diminta untuk membantu kedua pelayan itu. Ketika Abu Nawas sedang membawa semangkuk gulai yang masih panas untuk hidangan siang, tiba-tiba kakinya terpeleset. Gulai yang dibawanya pun tumpah dan sebagian mengenai muka sang raja.

Sebenarnya Raja sangat marah atas kejadian tersebut. Tetapi karena banyak tamu, ia tahan kemarahannya.

“Maafkan, Tuan-tuan, atas kelakuan pelayan kami yang kurang ajar tadi,” kata Raja.

Dari balik pintu tiba-tiba Abu Nawas membaca sepotong ayat Al-Qur’an, “.... Orang-orang yang bertaqwa, yaitu mereka yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya....”
“Ya, aku memang sedang menahan amarah,” sahut sang raja.
 “Dan memaafkan atas kesalahan orang...,” Abu Nawas meneruskan pembacaan ayat.
“Baik, aku memaafkanmu atas kesalahanmu,” sahut Raja.
“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS Ali Imran: 133-134),” Abu Nawas mengakhiri pembacaan ayat itu.
“Hai pelayan, kemari! Ini terimalah uang lima ratus dirham sebagai hadiah,” kata Raja. “Lain kali, tolong kamu siram lagi mukaku dengan gulai, biar kamu bisa menerima hadiah lebih besar lagi dariku.”
 ***
Salah satu ibrah yang bisa kita petik dari kisah di atas adalah kemuliaan menahan amarah.
Mungkin ada sebagian orang yang menganggap, orang yang bisa mengumbar amarah adalah orang yang kuat. Tidak, tidak demikian.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Bukanlah kuat itu dengan mengalahkan musuh saat bergulat, akan tetapi kuat itu adalah orang yang bisa menguasai dirinya tatkala marah.” (HR Bukhari Muslim dan Imam Ahmad).

Pada suatu hari, Nabi melewati sekelompok kaum yang saling bergulat, maka beliau bertanya, “Apakah ini?”

Mereka menjawab, “Dia pegulat yang kuat, tidaklah seorang pun yang bergulat dengannya kecuali dia mengalahkannya.” Kemudian beliau berkata, “Aku tunjukkan kepada kalian orang yang lebih kuat darinya, yaitu seorang yang dizhalimi namun ia menahan kemarahannya. Ia mengalahkan orang yang menzhaliminya dan mengalahkan setan yang ada pada dirinya serta mengalahkan setan yang ada pada saudaranya.” (HR Al-Bazzar).

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya hal demikian itu termasuk keteguhan yang kuat.” (QS As-Syura’: 43).

Jelas dari kedua hadits dan surah Al-Qur’an di atas, justru orang yang mampu menguasai dirinya saat marah adalah orang yang kuat. Bukan orang yang mengumbar amarah dengan berteriak-teriak, mencaci maki, dan sebagainya, misalnya. Sebagaimana yang sering kita saksikan akhir-akhir ini, yang mungkin saja di antara pelakunya adalah saudara kita juga, umat Islam. Di jalanan, bahkan di televisi, yang ditonton seluruh rakyat negeri ini, juga dunia.
Tentu tidak berarti kita anti demo, karena adanya demonstrasi adalah salah satu ciri negeri yang demokratis. Hanya saja, demo yang Islami adalah demo yang tidak mencaci maki, karena Islam tidak pernah mengajarkan kepada umatnya hal yang demikian. Apalagi demo yang anarkis, karena Islam tidak pernah mengajarkan kepada penganutnya untuk merusak.

Bagi mereka yang mampu menahan amarah, Allah telah menyediakan ganjaran. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa menahan kemarahannya sedangkan ia mampu untuk melakukannya, Allah Azza wa Jalla akan menyeru dia di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat untuk dipilihkan baginya bidadari yang dikehendakinya.” (HR Abu Daud).

Rasulullah juga bersabda, “Janganlah marah, maka bagimu adalah surga.” (Hadits shahih Al-Jami’).

Lebih dari itu semua, menahan amarah adalah perintah Nabi SAW. Dan karena itu perintah Nabi, tentu kita semua, sebagai umatnya, mesti melaksanakan.
Disebutkan dalam hadits, seorang lelaki berkata kepada Nabi SAW, “Berilah aku wasiat.”
Beliau berkata, “Janganlah marah.”

Tahap selanjutnya, setelah mampu menahan amarah, yaitu memaafkan. Allah berfirman, “Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya secara sembunyi dan terang-terangan dan orang yang menahan kemarahan serta memaafkan orang lain, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Ali Imran:134). “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS Al-A’raf: 199).

Sering kita saksikan di televisi beberapa ahli mengatakan bahwa serang-menyerang antar-rezim terjadi karena dendam sejarah.

Seseorang, atau bahkan rezim, kalau bersalah memang boleh diadili, atau mungkin harus diadili. Tapi dasarnya mestinya adalah upaya penegakan hukum dan keadilan, bukan dendam. Jika dendam yang dijadikan dasar, kesalahan yang kecil pun bisa terlihat besar. Seorang bijak mengatakan, dendam itu ibarat batu kerikil yang meluncur di lembah yang bersalju. Makin jauh, akan makin membesar. Seseorang, atau bahkan rezim, kalau bersalah memang boleh diadili, atau mungkin harus diadili. Tapi, bukankah memaafkan itu lebih mulia?

Dalam konteks negeri ini, bisakah kita menutup semua lembaran sejarah kelabu masa lalu? Bisakah kita cukup menjadikannya sebagai pelajaran?

Demi membangun Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang penuh kedamaian, bisakah kita menjadikan langkah kita sekarang ini sebagai langkah awal yang terbebas dari segala macam konflik, atau setidaknya meminimalisir? Kalau kita ikhlas, mau, dan mampu mengendalikan sifat marah, jawabannya jelas: Bisa!

Mengatasi Kemarahan

Untuk mengatasi kemarahan, Islam memberikan petunjuk.

Pertama, berlindung kepada Allah dari godaan setan. Karena, di samping nafsu yang ada dalam diri kita, peran setan juga sangat dominan dalam membangkitkan amarah.  Rasulullah SAW bersabda, “Aku mengetahui satu kalimat yang, seandainya diucapkan, niscaya akan hilanglah gejolak yang ada pada diri:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.” (HR Bukhari-Muslim).
Kedua, diam, tidak berbicara. “Apabila salah seorang di antara kalian marah, hendaklah diam.” (HR Imam Ahmad).

Ketiga, tinggalkan tempat, berdirilah, lalu pergi.

Keempat, bersikap tenang, duduk apabila sedang berdiri, atau tidur telentang bilamana sedang duduk. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian marah sedangkan dia berdiri, hendaklah dia duduk, agar kemarahannya hilang. Apabila masih belum mereda, hendaklah berbaring.” (HR Abu Daud).

Kelima, berwudhu. Nabi bersabda, “Marah itu adalah bara api, maka padamkanlah dia dengan berwudhu’.” (HR. Al-Baihaqi).

Keenam, shalat. "Penghapus setiap perselisihan adalah dua raka’at (shalat sunnah).” (HR Silsilah Hadits Shahihah).


Marah yang Terpuji

Pada umumnya marah memang tercela, tapi ada pula yang terpuji. Misalnya marah karena ajaran-ajaran Allah dihinakan.

Kasus Ahmadiyah, misalnya. Dalam aqidah Islam, jelas, tidak ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW. Pengakuan Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi dapat dikategorikan sebagai penistaan terhadap ajaran Islam.


  
posted by Adimin
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PKS Padang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger